other poets

cari puisi mu

Google
 

22 Feb 2008

MESSAGE

Cinta bisa berarti kesedihan

maka

daripada terus menanggung malu karenanya

lebih baik

bangkit dan mengutarakannya.

CHAPTER 8

Viii

Semuanya berawal dari sini, tidak pernah aku sedekat ini dengan kenyataan, walaupun harus ku bayar dengan rasa kecewa yang besar dan begitu banyak penyesalan. Dihadapanku ia menghancurkan seluruh harapan yang susah payah aku bangun

Sebenarnya aku sendiri membangun tembok pemisah, telah ku langkahi dan ku hancurkan itu, tetapi aku temui tembok lebih besar, dia sendiri kini yang membangunnya.

Dia sendiri yang membangun pemisah itu, melebihi kemampuanku, hanya utuk mengatasi tinggi dirinya, dia kembali menjadi yang ku benci.

Tak bisa ku tunggu lagi, aku pergi, ku tutup lembar dirimu, akan ku penuhi janjiku karena aku tahu tak mungkin kau penuhi janjimu menantiku.

Sekarang ku penuhi janjiku, “ aku tetap benci kamu.”

CHAPTER 7

Vii

Semuanya berawal dari sini, aku mencintainya apapun dirinya, tak perduli betapa banyak waktu membentuk gambaran petik raut wajahnya, mengangkat sepi diantara hari, aku bosan, untuk maju aku tak punya harapan.

Aku tidak tahu berap banyak waktu untuk memikirkan dan bertidak melaksanakan segala keinginan, begitu cepat aku terjatuh dalam asmara gelap, sakit sekali jatuh sendiri, tidak ada yang membantu memapahku di bahu kiriku, memelukku dariku sudut igaku.

Aku harus sadar dan bidadari hanya betah bermain di khayangan diantara taman – taman indah dan selalu ceria tak pernah sekali juga merana.

“engkau diri cantik yang tak bisa terputus dari sedikitpun bahagia. Saat langit membiru, kaulah mentari yang menerangi. Aku ingin melihat bintang jatuh, untukku itu penggati dirimu indah dan hanya sementara singgah di pengelihatanku.”

“aku waktu yang menemanimu, aku indah yang bisa menemanimu, kenangan yang menggaris di torehan ingatanmu, aku mimpi yang bisa kau ajak menyatu.”

Tetapi, semuanya puisi, aku hancur dalam diriku, tak bisa kukatakan aku punya hati, bisakah kuminta nafasku yang dulu kepada Sang Pencipta, aku ingin kembali walau untuk mengenalnya, adai aku bisa, akan ku buat Semuanya Berawal Dari Sini.

Adai aku mampu, namun hidup tak selamanya mudah, banyak derita dan cobaan yang akan ku lalui, itu akan membuatku tegar, menjadi kuat berdiri, menopang redup duniaku.

BECAUSE I LO VE U

Kau tak pernah ingin ku genggam erat jearimu

Kau tak pernah ingin ku dekap dekat pundakmu

Kau juga tak pernah mengijinkanku mengisi senggangmu denganku

Tapi ku tak pernah ignin melepas pandanganku dari matamu

Dana aku tak pernah ingin menjadi orang bodoh yang kehilanganmua

WHY?

Suatu saat aku akan hadir disebelah tanganmu

Membawamu jauh ke dalam bahagiaku

Dan disana kau bebas tertawa, semaumu, semuanya

Sampai kau mampu beruah

Aku menanti dan mencari dirimu yag dulu.

Untuk selanjutnya

Aku tetap benci kamu.

HARAPANKU

Semuanya tak terbayar lewat masa depan

Yang akan berjalan

Tinggal kenangan hal ini jadinya

Sedikit perjumpaan lebih baik

Daripada cibiran dan selamat tinggal

Cobalah jujur bahwa kau berubah tak ku suka

Kau selalu angkuh dalam langkah

Selalu angkuh ketika kau berdiri

Mencoba meraih gelar yang tak kau perlu

Hanya agar semua memperhatikanmu

Sebagai sosok berkharisma

Dan patutu dicintai

Tetapi aku kesal

Aku suka kau pendiam

Agar bisa ku manja

Dengan keterbatasanku

Kau terima

CHAPTER 6

Vi

Semuanya berawal dari sini, menata kembali haru mengganti tirai – tirai kusam wajahku, tidak nampak lagi bagiku gumpalan kekesalan dan merah pitamku, sesaat dirinya mempesonaku, aku rindu.

Untuk segala nilai yang dia tampakkan, aku beri penghargaan yang terdalam dengan seluruh pernyataan dia terindah seperti nafas dunia yang tak tampak di kasat mata.

Kali ini, aku tak mau ragu lagi walau waktu selalu sedikit merayu,

“ tinggalkan keseharaianmu, aku menyertaimu dengan hal baru.”, tetapi kupikir semua itu hanya sayu.

Kulihat lagi mataya menatap sungkan di pinggiran sudut kayu, dia membuang muka atau malu, memang aku tidak pantas aginya, aku peras dunia untuk diriku tetapi dia basahi kering duniaku dahulu.

“untuk namamu aku memohon, miliki aku apa adanya, meski aku pahit, aku akan selalu berusaha manis untukmu.”

Semuanya tak terbayang, tak terayang untukku, semuanya. Aku mengharap anugerah bahwa segala perasaan yang aku puji terhadapnya adalah benar selalu, suatu hari aku tunjukkan nilai dirinya bagi hidupku, begitu berarti.

Meski malam telah larut aku ingin tetap memandanginya dari bayanganku sediri, tidak ku tahu meski sedih sendiri, menunggu dan menanti, mengharap dirinya berada di sini.

CHAPTER 5

V

Ternyata langit selalu kelabu membawa ungu hanya dari kata – kata kaku. Aku tidak tahu mengapa awan selalu saling beradu agar halilintar menyatu dan air berpadu dalam rintik hujan yang merdu.

Walaupun jauh nafasku dengannya, berbatas bilangan yang tak berbilang, berujung hentakan hati yang gelisah, meminta dunia menampik kehidupan.

Aku atau dia yang kasar, melantunkan klausa dengan nada – nada besar, sumbang terdengar dan tak enak dikenang.

Aku tahu rasanya dicintai orang yang tak ku cintai, aku tahu bagaimana rasanya membagi hati dengan pengingkaran, menjauhi mimpi meratapi ambisi yang kian tak terkendali.

Tatapan orang – orang curiga lebih buruk daripada hardikan penguasa, penipu selalu meminta tanpa ingin berusaha, esok aku akan coba jujur mengatakan cinta yang untukku selalu berarti nestapa.

“ bagaimana hatimu bila yang kau harapkan mengecewakan ?”

Aku tidak tahu selain sesak dan kesal, aku mau marah dan menghantam apa yang menghadang.

Hari ini saat aku berkata, “sebentar, aku kecewa !”.

Jika cahaya bisa menyalakan mimpi makhluk yang terlelao, pasti dunia sudah terang dengan manusia – manusia penuh tawa.

Tetapi selalu semuanya terpendar menjadi beba, bubar, buyar, hambar menjadi semua tanda tanya, tak pasti.

CHAPTER 4

Iv

Optimisku hilang karena waktu tidak lagi memberi kesempatan kepadaku menatapnya dan kesempatan untukku berbuat sombong padanya, untuk segala perasaan yang aku miliki aku tidak berharap bulan jatuh kepangkuanku, meski hanya sinarnya, aku tetap bahagia, karena rinduku akan selalu ada.

Aku ingat perkataan seorang pujangga dalam lembar yang pernah ku baca

“dialah terakhir kuucap sebelum aku terlelap, dialah juga pertama ku sebut setelah aku terjaga.”

Sungguh indah, teramat indah.

Dan bilamana tiada lagi bisa aku menatapnya, biarlah aku menyatukan kehendak dengannya, membiarkan dia bebas bersinar untuk siapapun tanpa harus bingung atau malu, sehingga aku pun tidak kesal menatap indah bayangnya di tepi telaga ditemani sepi dan gelap malam sendiri.

CHAPTER 3

III

Semuanya berawal dari sini, aku selalu jalani lagi hari – hari melanjutkan keinginan, mewujudkan mimpi yang sempat tertunda, aku mulai hari ini mewarnai pikiran dengan hitam, warna yang aku suka dan juga berarti aku bingung harus memulai dari mana.

Sebentar aku terdiam memikirkan bagaimana nanti, apa yang harus aku jalani, bayangan sang rembulan hadir dan mulai mempengaruhi saraf bahagiaku, tak apa, aku hanya sedikit tempat untukku, tetapi aku malu, aku seorang laki – laki dan aku lebih daripada dia.

Tiba – tiba saja dia dihadapanku berjalan beriring, tetapi sekali lagi aku segan menatap atau menyapa,

Aku mendahuluinya, ia menatapku sejenak, namun sebentar aku seudah berada di depannya, aku tak tahu lagi, kurasa ia hanya menunduk, ternyata aku gagal menyentuh hatinya.

Terkadang aku berpikir untuk menjadi anak sombong, introvert dihadapannya, biar dia melihatku dan berpikir tentangku kemudian aku bisa menaruh sedikit pengharapan di celah tanda tanyanya.

Dahulu seorang pernah berkata agar aku tidak menunda – nunda waktu melakukan pekerjaan, itu juga yang sering aku laksanakan, tetapi sekarang, sejak aku lihat tatapan matanya dihadapanku dan senyum indahnya yang malu – malu, aku tersipu, aku heran mengapa ingatanku selalu pada rembulanku. Untuk hatiku aku akan memenuhi diriku seagai ciptaan yang diiringi kausalitas cinta. Biar aku hidup dalam lamunanku untuk saat ini, biar puas segala rasa, hingga sampai waktuku untuk sadar, aku juga puas menangisi apa yang aku dapatkan.

CHAPTER 2

II

Semuanya berawal dari sini, gelap malam sering membuatku takut karena aku sendiri, bintang hanya gantungan cahaya dalam hitam dan angin hanya tiupan pembawa dingin. Semakin lama semakin sulit menghadapi hidup sendiri.

Kalau hanya sendiri tanpa harapan aku sudah terbiasa, tetapi gelap, larut, diam. Aku malu untuk berharap apapun, siapapun.

CHAPTER 1

I

Semuanya berawal dari sini, sudut pandangnya membuatku memikirkan tujuan dia diciptakan. Walaupun aku tidak mengerti apa yang ada di hati dan pikirannya, hanya saja, saat itu aku mau ia memandangku, suatu hal yang tidak mungkin terjadi, menurutku.

Sebuah ketidaksengajaan rupanaya membangun jembatan bagiku ke matanya, saat tangannya di tanganku dan terwujud keinginanku menyebutkan nama ini.

Tapi pengaruhnya yang mulai menguasaiku membuat mataku malu menatapnya lama, walau ia bersedia, entah malu atau terpaksa.

Senyumnya indah lebih dari yang ku kira, mungkin akan terjadi untuk kedua kalinya, nanti. Aku menunggunya.

Sebuah ketidaksengajaan lain membawaku dekat padanya, kami berhadapan dibatasi meja bujur sangkar bersama teman – teman yang membuat ketidaksengajaan ini semakin lancar. Ketidaksengajaan ini yang sebenarnya aku harapkan dari tadi, aku tunggu biar semakin bahagia hati ini, aku seperti tidak perduli malu lagi. Tetapi tetap saja tidak mampu ku tatap wajahnya karena semuanya akan tertawa dan pasti malu akan tiba.

Matanya kembali berkaca, aku segan menatapnya, walau ingin sekali kupandangi indahnya, sampai aku tertidur dan kemudian bermimpi meraih hatinya dan tanpa malu menaruhnya sebagai belaian jiwa.

Tanpa dirinya hati ini sunyi, masalah yang aku hadapi semakin menyentuh rasa kesal, aku menangis di atas sajadah hijau yang selalu bersamaku sejak kecil, untuk mengemis kepada sang pencipta agar dia mengangkatku dan aku bisa memandang segala masalah ini sebagai hal yang tidak berarti daripada cintanya padaku.

Aku ingin semuanya kembali, asalkan aku tidak kembali kepada mimpi yang selalu membuatku malas bermain dalam kenyataan yang dewasa dan bisa diterima.

Ternyata rindu seperti air besar yang terhalang, semakin besar terhalang, memaksa keluar dan berusaha memenuhi takdirnya. Seperti juga aku, akulah air itu, memaksa melepaskan kenyataan agar hatiku tidak terus mengembang menahan rindu.

Hanya untuk dirinya aku merasa seperti ini, tidak sakit namun menyiksa, membuat pikiranku bersendawa karena semuanya beban yang hampa. Mulai nanti aku akan terus berkaca dalam jiwa seperti matanya yang malu – malu menatap.

Tiada perasaan lain kecuali keingintahuaan tentang dirinya yang menjadi satu dalam binar wajah rembulan yang berbayang di sela wajahnya. Indah cahayanya yang jatuh, menerangi sepi – sepi, kalaupun ia tetutup kabut, aku pasti menanti karena segala sesuatu akan terlihat sebagaimana adanya.

Bulanku tidak akan sombong karena aku tahu walaupun ia tinggi, ia selalu membagi indahnya dibayangan telaga, dimana aku sering terdiam sampai sepi berganti atau bercanda dengan cahayanya sendiri.

SEMUANYA BERAWAL DARI SINI - BEGINNING

Semata hanya kepada sang maha pencipta semuanya akan kembali, tiada daya upaya kecuali darinya yang telah memberikan semua yang terbaik kepada hambanya

“sang maha pencipta”

Kepada dia yang telah menaruh kegembiraan kepada manusia yang mengharapkan cintanya,

Memberi pengetahuan tentang kesengsaraan jika seseorang menampikkan kecintaannya yang abadi.

Kepada kekasihnya yang ia jadikan kecintaan di seluruh alam sebagai contoh bagi makhluknya yang begitu besar kecintaannya pada ummatnya,

Kepada hamba yang mengajarkan pengajaran dari sang maha pencipta kepada seluruh ummat di akhir peradaban yang akan sesaat lamanya.

Kepada yang telah mengisi hati ini walau mungkin hanya untuk sesaat, hanya membayang menjandikan aku buih dalam riak percikan gelombangnya.

Untuk seseorang yang belum bisa ku terka dimana ia melempar segala suka dan hanya bisa kupastikan padanya diriku bukan siapa – siapa, bukan juga orang patut dibanggakan karena aku tak punya apa – apa.

Meski banyak ku tahu kisah lamanya

Bersama orang lain yang mungkin juga mencintainya.

Aku tak perduli

Karena sejak saat itu dialah mutiaraku

Tak perduli betapa nista orang lain menganggapnya

Atas apa yang ia lakukan dahulu

Tak perduli betapa lacur kisah lampau yang pernah membalut kisah di setiap harinya secara sengaja atau tidak bersama dengan yang lain saat dulu.

Bukan semua itu yang ku perlu

Lagipula ,mutiara tetaplah mutiara

Tak akan jatuh nilainya

Walau diambil dari tumpukan sampah

Mulai detik itu yang kubutuh setianya

Mungkinkah ia setia menanti ?

Karena penantiannya bukanlah penantian seorang hawa

Cukup penantian seorang biasa.

SEMUANYA BERAWAL DARI SINI - AWAL

Hinakah aku memiliki cinta yang begitu besar terhadapmu ?

Maka

Muliakah dirimu yang menutup – nutupi cinta itu hingga ia mati dalam hatimu ?

MY EPILOG

Hanya lembaran kosong yang tersisa

Tidak ada yang lain

Cukup banyak waktu menunjukkan mimpi

Tetapi tak semuanya berarti

Tak pernah bisa aku pahami

Apa yang akan aku tuai

Saat semuanya berawal dari sini

Hanya bisa kujalani waktu

Dan tak mungkin akan kembali

SEMUANYA BERAWAL DARI SINI - COVER

Aku persembahkan segala rasa yang pernah hadir dalam sekat hatiku

Dan mungkin tidak akan terbayar lewat masa depanku


Semuanya

Berawal

Dari

sini


Sebuah alur yang merangkai puisi menjadi untaian cerita dan janji hidupku

beku

Ternyata dirimu beku

Abadi dan tak terjarak waktu

Membuatku jauh dari tapakmu

Menghilangkan segala rasa yang eresap

Ternyata dirimu sembilu

Menyayatku dan aku terluka kini

Tetapi kau hanya menancapkan mata

Pada sudut di ruang bahagia

Tak perlu aku tahu lagi

Apa yang nampak gembira untukmu

Tak perlu aku gelisah

Tentang apa kau berduka

Karena aku tak mungkin perduli atasmu

Dirimu Cuma fatamorgana

Kau selipkan itu hingga aku membayang

Menutupi panas dalam dinginnya dirimu

Kau lupa retorika yang bernyawa


Sampai sat ini aku mengaku,

“ ku cinta kau yang dahulu.”

Memandang malas tetapi tak ragu

Kubenci tapi kuridu

Semuanya tak terbayar lewat masa depan

Yang akan berjalan

Tinggal kenangan hal ini jadinya

Sedikit perjumpaan lebih baik

Daripada cibiran dan selamat tinggal

Cobalah jujur bahwa kau berubah tak ku suka

Kau selalu angkuh dalam langkah

Selalu angkuh ketika kau berdiri

Mencoba meraih gelar yang tak kau perlu

Hanya agar semua memperhatikanmu

Sebagai sosok berkharisma

Dan patut dicintai

Tetapi aku kesal

Aku suka kau pendiam

Agar bisa ku manja

Dengan keterbatasanku

Kau terima

Suatu saat aku akan hadir disebelah tanganmu

Membawamu jauh ke dalam bahagiaku

Dan disana kau bebas tertawa, semaumu, semuanya

Sampai kau mampu berubah

Aku menanti dan mencari dirimu yag dulu.

Untuk selanjutnya

Aku tetap benci kamu.

SUATU HARI

Suatu hari,

Mimpiku yang akan bernaung

di singgasana cintamu.

Dan cintamu

adalah tiara anggun melebihi mahkota

untuk ku jaga.

TITIK BALIK

sampai akhirnya aku

pada hari yang ternyata

saat kita saling berkata

selamat tinggal

seiring magrib

hujan rintik

hingga aku tak perlu menangis

suasana berkaca dari hatiku

aku tak tega meneteskan air mata

aku tetap ingin melihatmu bahagia

di hari yang mungkin terakhir aku boleh bercanda

sekelumit sebelum hilang sisa tawa

dan tiada sudi senyum bibirku

sekali meski

memang ternyata,

saat itu kita saling berkata

“sudahlah, selamat tinggal…”.

???

Memulikimu, aku kaya



Ku cium engkau dengan sahaja

Ingin ku tawarkan engkau mahlingai bencana

Ku pinamg dengan giwang prahara

Ku kagumi citra bidadarimu selaksa sebuah kata

Ingin ku berikan padamu permata dunia tetapi yang ada debu setia

Ku miliki seluruh dirimu dan ku dapatkan kepemilikan hartamu

Ku akui tak sedikit pun parasmu mempesonaku

Karena tak pernah ku pandangi engkau lewat kedua mata

Cukup ku tahu engkau putrid bermahkota

sehingga

memilikimu aku kaya

JIKA

Kau lentikkan jemarimu

dalam punggung tanganmu

Kau berbasuh tetasan embun pagi

Kau tebarkan wangi parfum priyayi

Kau membuat semua orang terpana

Ketika kau melangkah dengan caramu

jika kau memang punya hati

Ingin ku satukan hatiku denganmu

Kita akan bicara dari hari

Memandang dari hati

Tertawa dari hati

Dan semuanya jika kau punya hati.

Inspirasiku

Inspirasiku,

Saat ku pejamkan mataku,

Ku dapat memanggil ingatan kenanganku padamu.

Saat dingin dan kutengadahkan kedua tanganku,

Namamu tak terhempas.

Kau patahkan bulan sabit dan menutup mega – mega biru.

Saat candamu mencobai hasrat,

Lemah lah aku.

Dan ku sentuh lembut hatimu bersama ketidakberdayaanku.

OH..

Ingin sekali aku menemuinya

Membuktikan padanya bahwa cinta tak selalu duka

Mungkin ia terbaik dari seluruh harap

Seperti jua pilu yang ia sirat ke dahi

Oh…para pujangga

Bantulah aku,

bantulah harapku menariknya kembali

Membuatnya mengerti, menahannya pergi

Dan kembali mengingat diriku

Karena aku sudah setengah gila….

INGIN

Ingin ku cari dan ku temui engkau

Lima tahun terlampau dan berlalu

Yang tersimpan di hatiku tetap beku

Karenamu, hatiku turut keras tapi membatu

Tiada tersisa menarik untukku

Semata tawamu bukan lagi milikku

Aku berjalan ke kotamu

Mencoba bertemu dengan senyummu

Atau sekedar menangkap kenanganmu

Waktu tak jua membuatku melupakanmu

Tak juga tiap sentuhanmu diwajahku

ENTAH

Entah, apakah surat ini akan sampai

untuk kau baca

Aku hanya ingat,

betapa rindu memelukku begitu erat

Tak mau begitu saja lepas

Tak mau meninggalkanku sendiri

Ketika ingatanku tertuju padamu,

aku hanya ingin memasrahkan hati

merasakan betapa pedih melekat begitu pekat

Tak hendak begitu saja habis

Tak hendak membiarkanku disini

Apakah hati kita sudah terjalin

Hingga tangisanku adalah sedih hatimu

Dan tangismu adalah gundah jiwaku

Apakah ini rahasia tuhan untuk kita berdua

Sebenarnya,

aku tak pernah bosan berdoa

Berharap suatu saat

kau kembali ada

Seperti dulu,

Masa – masa indah itu

Saat kau benarkan,

berjalan mengiringimu adalah casanova di hatiku

Dan melihatmu, memperhatikanmu,

Memandangmu tersenyum adalah purnama lengkap.

tak bisakah perasaan tulus ini genap,

Bersanding dengan cita – cita kau dan aku

Yang menjadi satu dan melebur menjadi kita.

Bersatu, memeluk hatimu,

merengkuh khasanahmu yang misteri

Memuliakan hari – harimu dengan segenap sikapku.

Akankah semua impianku jadi

Terangkum dalam bait puisi hidupku

Mengantar mataku menuju tidur nyeyak

Yang tak lagi kurasakan selama ini

Mengistirahatkan perasaan

Agar,

tak lagi guncang,

tak lagi menghilang

Merasa tersakiti dan mengasihani diri sendiri

Mungkin aku tak pantas memohon untuk semua ini

Aku hanya ingin kau tahu

Ketika aku kehilangan bintang penunjuk arah

Saat tersesat di atas samudra,

Maka selamanya aku akan terus terombang – ambing dan goyah

Hingga kehausan dan kelaparan memaksaku menyerah.

Tak lama

Akan kubiarkan gelombang lautan menjadi kafanku

Dan samudra luas menjadi taman pekuburanku

Ketika itu hanya kau yang ku ingin

Dan hanya kau yang ku rasa

Mungkin juga hasrat ini menghantarku menjadi gila

Dan dunia adalah pelengkap derita

Semoga engkau peduli

Semoga masih tersisa sedikit ingatanmu tentang mimpi kita

Semoga masih tersisa rasa yang membuatmu selalu ingin didekatku,

merengkuhmu

Walau kesadaranku jauh, teramat jauh

Sekedar mengharapmu kembali

ENGKAU

Engkau memang tak terlalu mempesonaku

Tapi engkaulah yang bertanggung jawab penuh

Atas kerinduan di hatiku.

Aku tak paham

Karena keinginan untuk selalu bersama

Kau telah membuatku menunggu

Ataukah sekedar rindu yang memelukku sepi

Kau yang bertahta di hatiku

Berikan ku damai yang menghindar berlalu

Adakah hati cukup berarti

Untuk membuatmu kembali

Aku ingin membuatmu dekat,

Membuatmu merasa

Bahwa kau adalah bagian diriku.

Aku tak ingin kau pergi

karena pasti membuatku merasa sendiri

ELANG

Di atas sepi ini, aku adalah elang yang melayang mengitari.

Jelas atau terlihat, aku tetap hilang tak terbayang,

aku maya.

Hadirku hanya menimpakan derita.

Hati ku lah yang telah memaksakan kehendaknya,

Namun ia menjadi saksi atas kedustaan mata.

Saat cintanya menghampiri,

Aku menantinya setuus hati, apapun dirinya

Sebelum ku tahu cinta itu,

Membentur hati yang sepi.

Aku pernah menantinya,

Meminta restu pada semua orang yang juga mencintaimu

Aku dekatnya, hanya benalu,

Dia bosan, dia berlalu.

Ada hal yang tak bias terbayar lewat masa depanku,

Saat ini ku ingin tuntaskan semuanya,

Karena waktu tak mungkin kembali.

Keindahan, belum pernah ku lihat.

Jika disana ada bintang yang menghilang

Mataku berpendar mencari bintang yang datang.

Pasti aku mengingatnya

Pertemuan setiap hari yang selalu ku harapkan

Apa saja yang akan ia katakan

Ku tunggu ia bicara dengan dewasa

Tapi

Sungguh

Semua yang ku rasakan di hati

Hanya dengannya akan ku bagi.

DUA SENJA

Dalam dua senja engkau datang

menjulang segala harap yang

seharusnya telah sirna

memberiku harap dan sejuta tanya

aku tak ingin memaksa

memiliki dirimu utuh

aku ingin menunggu dan

membuatmu menjadi belahan jiwa

Cassanova jingga


Aku ingin kau mengerti

Sesuatu yang datang dari hati

Pasti sampai ke hati

Aku juga ingin kau merasa

Dimanapun kau ingin

menghamparkan segala rasa

terima kasih,

kau tak sengaja menjelma jadi cassanova jingga

untuk mata hatiku yang terlanjur buta

aku sadar

bahwa senyumku tak cukup mengajakmu

terpana atau sekedar rela bercanda

tapi

jangan dulu kau marah

untuk lancang kata hatiku ini

yang membuatku terpesona

adalah kecantikan hatimu yang meredupkan

merah bulan sabit di lazuardi pelupuk mata

aku tak kuasa memaksamu jadi milikku atau siapapun

karena aku telah tak mampu

dan mungkin inilah kata terakhir yang ku tulis atas namamu,

dariku.

APAKAH...

Apakah tawanya hilang

Atau bertambah mekar ?

Apakah kini dirinya damai

Atau bertambah kacau ?

Apakah terbangun lagi sekat pemisah

Atau ia menarik yang lain menggantikan ku ?

Apakah semua harap terkabul

Atau curigaku tak betul ?

Apakah dia terus berkaca

Dan ada aku disebelah bayangannya ?

Apakah pernah sekali jua ia rindu

Atau melupakanku seebetas nama ?

Apakah mimpi terajut kembali oleh tangan lembutnya

Atau tercampak begitu saja, berdebu ?

Apakah selalu ada esok

Dan lusa dapat kembali, walau sekali, hanya sekali ?

Apakah selalu ada “apakah” di kemudian hari

Dan aku masih saja bodoh, tak

rela, tak ikhlas melepasnya ?

APA YANG KU CARI #2

Sepertinya, hati begitu berarti menyentuh warnamu, warna yang engkau pilihkan untuk ku lihat, untuk kau gunakan menyangkal permintaanku. Terlalu gelapkah itu ?

Aku melihat senyum bunga pagi merekah dari halus wajahmu, aku terkesima lama, kemudian terlena. Ingin ku temukan engkau di hatimu, menapak miring jalan berbatu, terjal dan sulit seperti katamu.

Aku tak bangga dapat menatapmu, karena malam – malam gelapku juga dimulai saat itu, malam sendiri, merancang sedikit demi sedikit bentuk jembatan untuk menyebrangkanku menuju gerbang besar hatimu, mengetahui khasanahmu yang tersimpan di baliknya.

Dalam dua senja engkau menjelma jadi ratu dalam pandangan mataku dan tak bisa lagi aku meneruskan langsung tatapan lurus menuju.

Hamba sahaya ini begitu takut mengakui dan menyebut namamu,

Cukup dalam hati.

Tapi tak berharap diriku, membuang rasa yang mulai tumbuh, karena indahmu seperti cahaya bagi si buta yang menyedihkan.

Hanya suara, gesekan dan harum jubahmu berhak aku sentuh dan seketika udara jadi sahabat sampaikan jawaban tanda tanyaku.

Wahai engkau yang terus memburu nafaasku ?

Tegakah engkau merintis kemiskinan dan kesengsaraan bagi si fakir ini ?

Tak bisa ku persembahkan apapun untuk menarik dan menyambutmu, hanya kata – kata yang tak akan sampai untuk menjelaskan rasa sepihak yang mulai terus meluap seketika panah pengharapan terlesat menepis indahmu.

Biarlah aku kaku asal tak menyakitimu,

Hatimu terlalu halus untuk aku paksakan, terlalu bengkok untuk langsung aku luruskan tapi biarkan siang menyimpan semua keinginanku dan malam menyembunyikan mimpi yang hanya hadir dalam keinginan itu dan waktu akan menyimpan atau membuang segalanya saat engkau dan aku ada atau tiada.

Ketika pagi tiba, aku ingin juga menyambutmu, menghamparkan cahaya menembus sela – sela dirimu dan ku kagumi.

Dan ketika fajar mulai berganti siang, ingin sekali aku berubah jadi penangkap tubuhmu dan melindungi langkahmu dari terik dan debu.

Dalam hati, selalu aku bertaya,

Ketika perasaan seperti ini tumbuh dalam hati manusia, apakah selalu ada jalan atau jembatan yang mampu menghantarkan maksud sang pecinta kepada pujaannya.

Seperti dosa yang terlanjur terlaksana, adakah penentram hati yang dapat menyejukkan pendosa bilamana ia tidak pernah tahu dosanya diampuni.

Dan sekali lagi, aku hanya tersenyum, hanya satu yang dapat ku pikirkan untuk itu, tetapi berharap dengan segala ketulusan kepada Sang Maha Pencipta, walaupun dinding hati terlalu terliputi dosa, akan ada ketulusan yang perlahan menawarkan semuanya.

Aku tak akan tahu, apakah engkau mengerti ?

Fajar, senja, berjuta gemintang dan bulat purnama seakan tak lagi kuindahkan semata pesonamu telah mengurungku dalam tubuhku sendiri, tak bisa aku melawan apalagi berlari.

Tapi tak juga aku sanggup berlari menuju dirimu, membuatmu menghamparkan segala rasa dan harap untuk untuk si fakir yang celaka ini.

Engkau telah merebut malam – malam dari hak orang lelah ini,

Apakah begitu dalam engkau menusukkan tatapan mata dan aku terluka kini ?

Aku sendiri kini meratapi segala sepi dan mimpi menjadi haru bagai tanda mata bunga kamboja untuk peziarah dunia.

Berharap segala yang telah kau benamkan dalam hatiku menjadi nyata ketika kau juga tersenyum mengulurkan kedua tanganmu.

Menjadi kelu segalanya, ketika tak ku dengar lagi dawai senja mengalun mendamaikan perindu ini.

Menemani aku si pemimpi.

Siapak ah engkau yang telah merampas kesadaranku,

Darimanakah engkau berasal yang telah menghilangkan kesadaranku, hingga tak ku tahu, untuk apa dan siapa aku berada.

Kurasa, menjelmalah engkau jadi mega – mega biru, tinggi.

Jika benar hati adalah tempatnya cinta, akan ku hamparkan hatiku seluas samudera, hingga sungai – sungai rindu dan kasih sayang mengaliri mesra muaranya.

Tapi jika hati tempatnya benci, akan ku kobarkan bara di hatiku, hingga benci menguap jadi awan gelap untuk terus berputar, hingga jenuh dan seketika turun darinya rintik – rintik sejuk maaf dan kerelaan.

Bulan sabit sendu

Bulan sabit……..??”

“kupanggil engkau, semata engkau tanda kebesaranNya

engkau menghias awal, hari indah pujangga hina,

pujangga merana, pujangga layu.“

“bertahun, dibawah redup sinarmu kunyanyikan lagu sendu,

“Sesendu hitam lengkung maya dalam lingkaranmu

yang belum penuh.”

“dan disanalah ruang untuk duka ku, takkan pernah habis

terisi gundah

juga tanya…”

”tapi tetap saja engkau bukan milikku, bulan sabit sendu...”

20 Feb 2008

APA YANG KU CARI

Apa yang aku cari ?

Sebuah pengorbanan atau rekaan angan.

Padamu, aku ingin terus berlari,

Menghampiri syahdu harimu yang lugu namun dibalut kecewa.

Aku ingin bersatu jadi rangkaianmu,

Mengiring hasratmu jadi segalanya.

Akankah engkau mengaitku ?

Tapi tak bisa ku persembahkan permata,

Hanya ada debu setia.

Asal ku tak memulai dusta,

Aku bukanlah musuh hatimu yang suci dan mulia.

Hanya saja, tak patut aku mengotori singgasana cintamu

Karena tangan kotorku.

Hanya purnama jadi sahabat pelipur lara-ku,

Seorang pemendam rindu.

Bidadari pun pasti malu andai tahu

Betapa mempesonanya engkau untukku.

Apa salahnya dengan menunggu ?

Apa salahnya dengan menunggu ?

seperti malam, terasa gelap namun menampilkan rahasia paling kelam yang disembunyikan oleh siang.

Seperti pelangi yang hadir seusai badai,

seperti arang yang diam dan berubah jadi intan.

Kau benar, cinta sungguh berbeda dari nafsu. Karena nafsu, aku hanya memanggilmu sekali dan ketika aku jemu, ku tinggal jasadmu jauh dibawah mimpi.

Namun,

Karena cinta, tiada henti aku ingin memuliakanmu, memanggil indah namamu dalam ingatanku, menanti dan hari – hariku tak pernah palsu, bukan sekedar mencumbui parasmu atau membakar hasratmu tetapi perlahan ku coba sentuh hatimu dan tak ingin kau patah.

Semoga suatu hari kau tahu

aku selalu menunggu dan selalu

ketika aku mulai ragu

aku akan ingat

senja tak membunuhku di pantai itu