other poets

cari puisi mu

Google
 

22 Feb 2008

APA YANG KU CARI #2

Sepertinya, hati begitu berarti menyentuh warnamu, warna yang engkau pilihkan untuk ku lihat, untuk kau gunakan menyangkal permintaanku. Terlalu gelapkah itu ?

Aku melihat senyum bunga pagi merekah dari halus wajahmu, aku terkesima lama, kemudian terlena. Ingin ku temukan engkau di hatimu, menapak miring jalan berbatu, terjal dan sulit seperti katamu.

Aku tak bangga dapat menatapmu, karena malam – malam gelapku juga dimulai saat itu, malam sendiri, merancang sedikit demi sedikit bentuk jembatan untuk menyebrangkanku menuju gerbang besar hatimu, mengetahui khasanahmu yang tersimpan di baliknya.

Dalam dua senja engkau menjelma jadi ratu dalam pandangan mataku dan tak bisa lagi aku meneruskan langsung tatapan lurus menuju.

Hamba sahaya ini begitu takut mengakui dan menyebut namamu,

Cukup dalam hati.

Tapi tak berharap diriku, membuang rasa yang mulai tumbuh, karena indahmu seperti cahaya bagi si buta yang menyedihkan.

Hanya suara, gesekan dan harum jubahmu berhak aku sentuh dan seketika udara jadi sahabat sampaikan jawaban tanda tanyaku.

Wahai engkau yang terus memburu nafaasku ?

Tegakah engkau merintis kemiskinan dan kesengsaraan bagi si fakir ini ?

Tak bisa ku persembahkan apapun untuk menarik dan menyambutmu, hanya kata – kata yang tak akan sampai untuk menjelaskan rasa sepihak yang mulai terus meluap seketika panah pengharapan terlesat menepis indahmu.

Biarlah aku kaku asal tak menyakitimu,

Hatimu terlalu halus untuk aku paksakan, terlalu bengkok untuk langsung aku luruskan tapi biarkan siang menyimpan semua keinginanku dan malam menyembunyikan mimpi yang hanya hadir dalam keinginan itu dan waktu akan menyimpan atau membuang segalanya saat engkau dan aku ada atau tiada.

Ketika pagi tiba, aku ingin juga menyambutmu, menghamparkan cahaya menembus sela – sela dirimu dan ku kagumi.

Dan ketika fajar mulai berganti siang, ingin sekali aku berubah jadi penangkap tubuhmu dan melindungi langkahmu dari terik dan debu.

Dalam hati, selalu aku bertaya,

Ketika perasaan seperti ini tumbuh dalam hati manusia, apakah selalu ada jalan atau jembatan yang mampu menghantarkan maksud sang pecinta kepada pujaannya.

Seperti dosa yang terlanjur terlaksana, adakah penentram hati yang dapat menyejukkan pendosa bilamana ia tidak pernah tahu dosanya diampuni.

Dan sekali lagi, aku hanya tersenyum, hanya satu yang dapat ku pikirkan untuk itu, tetapi berharap dengan segala ketulusan kepada Sang Maha Pencipta, walaupun dinding hati terlalu terliputi dosa, akan ada ketulusan yang perlahan menawarkan semuanya.

Aku tak akan tahu, apakah engkau mengerti ?

Fajar, senja, berjuta gemintang dan bulat purnama seakan tak lagi kuindahkan semata pesonamu telah mengurungku dalam tubuhku sendiri, tak bisa aku melawan apalagi berlari.

Tapi tak juga aku sanggup berlari menuju dirimu, membuatmu menghamparkan segala rasa dan harap untuk untuk si fakir yang celaka ini.

Engkau telah merebut malam – malam dari hak orang lelah ini,

Apakah begitu dalam engkau menusukkan tatapan mata dan aku terluka kini ?

Aku sendiri kini meratapi segala sepi dan mimpi menjadi haru bagai tanda mata bunga kamboja untuk peziarah dunia.

Berharap segala yang telah kau benamkan dalam hatiku menjadi nyata ketika kau juga tersenyum mengulurkan kedua tanganmu.

Menjadi kelu segalanya, ketika tak ku dengar lagi dawai senja mengalun mendamaikan perindu ini.

Menemani aku si pemimpi.

Siapak ah engkau yang telah merampas kesadaranku,

Darimanakah engkau berasal yang telah menghilangkan kesadaranku, hingga tak ku tahu, untuk apa dan siapa aku berada.

Kurasa, menjelmalah engkau jadi mega – mega biru, tinggi.

Jika benar hati adalah tempatnya cinta, akan ku hamparkan hatiku seluas samudera, hingga sungai – sungai rindu dan kasih sayang mengaliri mesra muaranya.

Tapi jika hati tempatnya benci, akan ku kobarkan bara di hatiku, hingga benci menguap jadi awan gelap untuk terus berputar, hingga jenuh dan seketika turun darinya rintik – rintik sejuk maaf dan kerelaan.

No comments: